Evaluasi
Menyeluruh dan Berkelanjutan (CCE) sebagai alternatif Penilaian
Peserta didik
(Gambaran
Sistem Evaluasi Pendidikan di India)
Oleh:
Wildan M Muttaqin*
Untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang
bermutu, mulai tahun 2005 pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional
(UN) untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB. Sedangkan untuk
mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu,
mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir
Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB. Sampai saat ini
baik praktisi dan teorisi pendidikan maupun masyarakat umum masih
menjadikan kebijakan Ujian Nasional menjadi bahan perdebatan tajam.
Ada sebagian pihak yang mendukung dan sebagian lagi menentangnya
dengan argumentasi masing-masing. Beberapa pihak, pada umumnya
menganggap bahwa ujian nasional masih diperlukan, terutama untuk
pengendalian mutu pendidikan secara nasional dan penegakan
akuntabilitas pengelola dan penyelenggara pendidikan. Sementara, dari
pihak yang menolak Ujian Nasional menganggap bahwa kehadiran Ujian
Nasional sebagai penentu kelulusan telah banyak madharatnya
dari pada manfaatnya, terutama dari sisi Pedagogis dan Psikologis
siswa.
Pada tanggal 16 April 2013, Kompas.com
memuat hasil survey yang dilakukan PGRI pada tahun 2012. Survey
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru, kepala sekolah, dan
pengawas sekolah menganggap kebijakan ujian nasional (UN) tidak
tepat. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik
Indonesia (PB PGRI), Sulistiyo, bahwa munculnya pesepsi dari ketiga
unsur praktisi pendidikan tersebut disebabkan karena Ujian Nasional
tidak berhasil meningkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan,
menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada
anak.
Sejak tahun 2011 pemerintah telah menetapkan penentuan kelulusan
siswa menggunakan formulasi : 40% nilai sekolah dan 60% nilai ujian
nasional. Namun, dalam banyak hal di lapangan ditemui praktik
penggelembungan nilai siswa, yang tidak menggambarkan kemampuan
sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan formulasi yang ditetapkan
pemerintah kurang memperhatikan kebutuhan siswa selama tiga tahun
mengenyam pendidikan. Dalam hal ini beberapa point dalam evaluasi
mesti diperhatikan, sehingga tidak merugikan siswa dalam ‘menabung’
jerih payah maupun usaha belajar mereka selama tiga tahun.
Ada baiknya kita tengok Sistem Pendidikan di india, terutama dalam
melakukan evaluasi belajar pada siswa. Sistem ini dinamakan CCE
(Continuous and Comprehensive Evaluation), yang merupakan sistem
penilaian berbasis sekolah yang mencakup semua aspek perkembangan
siswa. CCE juga merupakan bentuk evaluasi dimana siswa dinilai secara
keseluruhan dan persentase nilai pada akhir tahun berasal dari
penilaian internal yang dilakukan terus menerus. Hal ini berbeda dari
pola biasanya dan menggantikan model evaluasi sebelumnya dimana siswa
hanya dinilai dari hasil ujian akhir saja. Siswa yang mengikuti
sistem penilaian CCE akan diberikan nilai yang meliputi A +, A, B, C,
D dan E.
Sistem penilaian CCE sangat membantu para siswa, orang tua, dan para
guru. Tujuan utama dari CCE adalah untuk mengurangi stress dan
kecemasan tinggi yang menjadikan pengaruh buruk pada siswa terutama
tingkat SMP dan SMA. CCE secara otomatis menurunkan angka putus
sekolah dan meningkatkan kinerja siswa. Penilaian dilakukan secara
komprehensif dan berkelanjutan. Penilaian secara komprehensif
meliputi scholastic dan co-scholastic. Penilaian
scholastic mencakup mata pelajaran tertentu sesuai dengan
minat/ jurusan yang diambil. Penilaian co-scholastic meliputi
kecakapan hidup, sikap, norma, dan kegiatan pendukung lainnya.
Penilaian komprehensif ini juga memasukkan berbagai instrumen dan
teknik yang dilakukan dalam menilai siswa.
Dengan demikian, CCE berperan penting untuk pembelajaran daripada
menguji kapasitas hafalan siswa. Siswa akan belajar secara konseptual
dan memiliki kesempatan untuk pengembangan diri mereka. Sistem
evaluasi ini juga menekankan pentingnya kebugaran fisik, keseimbangan
emosional dan kewaspadaan mental siswa, sehingga siswa termotivasi
dan diberikan waktu yang cukup untuk mengembangkan minat dan hobi
mereka. Siswa juga dibekali dengan keterampilan yang berbeda,
kemampuan berpikir kritis, pengembangan kreativitas dan keterampilan
sosial yang adaptif dan kompetitif.
Dalam sistem penilaian CCE terdapat penilaian formatif dan penilaian
sumatif. Dalam Penilaian formatif siswa diberikan masukan secara
reguler dan dimotivasi secara aktif melibatkan diri dalam
pembelajaran mandiri. Penilaian ini meliputi Class work, Homework,
Oral questions, Quizzes, Project, dan Assignments/Tests.
Penilaian sumatif di CCE adalah penilaian kinerja siswa di akhir
pengajaran. Penilaian in meliputi Tes Tengah semester dan Tes Akhir
semester oleh sekolah dan Ujian Nasional dari Pemerintah Pusat dimana
materi disesuaikan dengan kurikulum nasional. Penilaian Hasil Ujian
dilakukan di Sekolah masing masing, sesuai ketentuan yang diatur oleh
pemerintah Pusat.
Penerapan CCE memberikan banyak keuntungan,
antara lain meminimalisir kesalahan klasifikasi siswa
berdasarkan nilai, mengurangi persaingan yang tidak fair antar
siswa berprestasi di kelas, mengurangi tekanan sosial yang tinggi
yang berdampak pada psikologis siswa, memberikan motivasi lebih
kepada siswa untuk belajar mandiri, membuat siswa lebih fleksibel
dengan banyak penilaian berdasarkan potensi siswa, dan menuju
lingkungan belajar yang lebih baik. Dengan CCE, beban belajar siswa
menjadi berkurang dan siswa diberikan gambaran yang lebih seimbang
dalam hal penilaian akhir. Semoga menjadi bahan pertimbangan bagi
para penentu kebijakan dan pemerhati pendidikan di Indonesia.
*Penulis adalah Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) India. Sedang
menempuh S2 Pengajaran Bahasa Inggris ( MA TESL) di EFL University,
India.
No comments:
Post a Comment