Tuesday 24 September 2013

Sistem Evaluasi Pendidikan di India

Evaluasi Menyeluruh dan Berkelanjutan (CCE) sebagai alternatif Penilaian Peserta didik
(Gambaran Sistem Evaluasi Pendidikan di India)
Oleh: Wildan M Muttaqin*

Untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, mulai tahun 2005 pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB. Sedangkan untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB. Sampai saat ini baik praktisi dan teorisi pendidikan maupun masyarakat umum masih menjadikan kebijakan Ujian Nasional menjadi bahan perdebatan tajam. Ada sebagian pihak yang mendukung dan sebagian lagi menentangnya dengan argumentasi masing-masing. Beberapa pihak, pada umumnya menganggap bahwa ujian nasional masih diperlukan, terutama untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional dan penegakan akuntabilitas pengelola dan penyelenggara pendidikan. Sementara, dari pihak yang menolak Ujian Nasional menganggap bahwa kehadiran Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan telah banyak madharatnya dari pada manfaatnya, terutama dari sisi Pedagogis dan Psikologis siswa.
Pada tanggal 16 April 2013, Kompas.com memuat hasil survey yang dilakukan PGRI pada tahun 2012. Survey tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah menganggap kebijakan ujian nasional (UN) tidak tepat. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Sulistiyo, bahwa munculnya pesepsi dari ketiga unsur praktisi pendidikan tersebut disebabkan karena Ujian Nasional tidak berhasil meningkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan, menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada anak.
Sejak tahun 2011 pemerintah telah menetapkan penentuan kelulusan siswa menggunakan formulasi : 40% nilai sekolah dan 60% nilai ujian nasional. Namun, dalam banyak hal di lapangan ditemui praktik penggelembungan nilai siswa, yang tidak menggambarkan kemampuan sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan formulasi yang ditetapkan pemerintah kurang memperhatikan kebutuhan siswa selama tiga tahun mengenyam pendidikan. Dalam hal ini beberapa point dalam evaluasi mesti diperhatikan, sehingga tidak merugikan siswa dalam ‘menabung’ jerih payah maupun usaha belajar mereka selama tiga tahun.
Ada baiknya kita tengok Sistem Pendidikan di india, terutama dalam melakukan evaluasi belajar pada siswa. Sistem ini dinamakan CCE (Continuous and Comprehensive Evaluation), yang merupakan sistem penilaian berbasis sekolah yang mencakup semua aspek perkembangan siswa. CCE juga merupakan bentuk evaluasi dimana siswa dinilai secara keseluruhan dan persentase nilai pada akhir tahun berasal dari penilaian internal yang dilakukan terus menerus. Hal ini berbeda dari pola biasanya dan menggantikan model evaluasi sebelumnya dimana siswa hanya dinilai dari hasil ujian akhir saja. Siswa yang mengikuti sistem penilaian CCE akan diberikan nilai yang meliputi A +, A, B, C, D dan E.
Sistem penilaian CCE sangat membantu para siswa, orang tua, dan para guru. Tujuan utama dari CCE adalah untuk mengurangi stress dan kecemasan tinggi yang menjadikan pengaruh buruk pada siswa terutama tingkat SMP dan SMA. CCE secara otomatis menurunkan angka putus sekolah dan meningkatkan kinerja siswa. Penilaian dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Penilaian secara komprehensif meliputi scholastic dan co-scholastic. Penilaian scholastic mencakup mata pelajaran tertentu sesuai dengan minat/ jurusan yang diambil. Penilaian co-scholastic meliputi kecakapan hidup, sikap, norma, dan kegiatan pendukung lainnya. Penilaian komprehensif ini juga memasukkan berbagai instrumen dan teknik yang dilakukan dalam menilai siswa.
Dengan demikian, CCE berperan penting untuk pembelajaran daripada menguji kapasitas hafalan siswa. Siswa akan belajar secara konseptual dan memiliki kesempatan untuk pengembangan diri mereka. Sistem evaluasi ini juga menekankan pentingnya kebugaran fisik, keseimbangan emosional dan kewaspadaan mental siswa, sehingga siswa termotivasi dan diberikan waktu yang cukup untuk mengembangkan minat dan hobi mereka. Siswa juga dibekali dengan keterampilan yang berbeda, kemampuan berpikir kritis, pengembangan kreativitas dan keterampilan sosial yang adaptif dan kompetitif.
Dalam sistem penilaian CCE terdapat penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dalam Penilaian formatif siswa diberikan masukan secara reguler dan dimotivasi secara aktif melibatkan diri dalam pembelajaran mandiri. Penilaian ini meliputi Class work, Homework, Oral questions, Quizzes, Project, dan Assignments/Tests. Penilaian sumatif di CCE adalah penilaian kinerja siswa di akhir pengajaran. Penilaian in meliputi Tes Tengah semester dan Tes Akhir semester oleh sekolah dan Ujian Nasional dari Pemerintah Pusat dimana materi disesuaikan dengan kurikulum nasional. Penilaian Hasil Ujian dilakukan di Sekolah masing masing, sesuai ketentuan yang diatur oleh pemerintah Pusat.
Penerapan CCE memberikan banyak keuntungan, antara lain meminimalisir kesalahan klasifikasi siswa berdasarkan nilai, mengurangi persaingan yang tidak fair antar siswa berprestasi di kelas, mengurangi tekanan sosial yang tinggi yang berdampak pada psikologis siswa, memberikan motivasi lebih kepada siswa untuk belajar mandiri, membuat siswa lebih fleksibel dengan banyak penilaian berdasarkan potensi siswa, dan menuju lingkungan belajar yang lebih baik. Dengan CCE, beban belajar siswa menjadi berkurang dan siswa diberikan gambaran yang lebih seimbang dalam hal penilaian akhir. Semoga menjadi bahan pertimbangan bagi para penentu kebijakan dan pemerhati pendidikan di Indonesia.

*Penulis adalah Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) India. Sedang menempuh S2 Pengajaran Bahasa Inggris ( MA TESL) di EFL University, India.