Monday 12 August 2013

SOLO, The Unforgettable City in The World.

ooo
Solo is Unique. Begitulah kesan salah seorang bule yang saya temui di kawasan keprabon Solo. Kawasan tersebut dulunya terkenal sebagai Kampung Bule di Kota Solo. Keunikan dan keanekaragaman Kota Solo tidak bisa luput dari kebudayaan yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa Solo merupakan salah satu kota budaya terkenal di Indonesia maupun di mancanegara. Hal ini tidak lain adalah karena Kota Solo merupakan pusat kebudayaan Jawa.
Di kota Solo terdapat Kraton Kasunanan yang merupakan tempat kediaman Raja, yang telah didirikan sejak tahun 1745 oleh Paku Buwono II. Jaman dahulu, ketika Raja dianggap Sebagai central figure (kepala pemerintahan), maka kraton pun menjadi pusat budaya. Sebut saja pujangga terkenal kraton Surakarta Ronggowarsito, dan pujangga-pujangga lain yang ada di Kota Solo. Di samping itu, kraton Surakarta juga merupakan pusat acuan nilai, adat/aturan, dan sumber ilmu pengetahuan  bagi masyarakat dan lingkungannya baik secara fisik maupun non-fisik. Banyak lahir karya-karya sastra yang berasal dari kraton surakarta maupun Mangkunegaran, seperti Serat Wulangreh karangan Sri Susuhunan Paku Buwana IV dan Serat Centhiniyang berasal dari Mangkunegaran. Kesemuanya itu mengandung nilai filosofis dan melahirkan identitaskebudayaan Jawa pada masa itu. Kebudayaan tersebut hingga kini telah mengakar ke masyarakat Kota Solo, bahkan sampai di daerah Jogjakarta dan sekitarnya. Dalam hal ini, Budaya merupakan salah satu alat untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa indonesia. Dengan mengenal, memahami, serta memaknai kebudayaan suatu daerah, maka seseorang tidak hanya dapat mengagumi hasil karya pendahulunya yang memiliki maha karya seni yang tinggi, tetapi juga dapat menjadi acuan dalam menerapkan falsafah hidup yang selaras, serasi, serta seimbang dalam kehidupan masyarakat. Mengenal kebudayaan yang ada haruslah disertai dengan pemahaman secara integral tentang nilai-nilai yang terkandung di dalammya. Budaya jawa yang berasal dari kata ja yang berarti prasaja dan wayang berarti waloka mengandung makna yang sangat filosofis.
Dalam bermasyarakat, sebagai orang Jawa harus mampu menyelaraskan antara cipta, rasa, dan karsa yang ada dalam diri manusia. Dengan berkembangnya kebudayaan yang ada di Kota Solo yang terus menerus diuri-uri atau dilestarikan oleh masyarakat sekitar akan terus mengakar sampai ke generasi selanjutnya. Sehingga, generasi mendatang bisa menikmati hasil kebudayaan pada masa Kejayaan Kraton Surakarta. Bermacam macam kebudayaan tersebut antara lain terletak kepada tata cara maupun ritual tahunan yang sering diselenggarakan oleh kraton seperti sekaten danTingalan Dalem Jumenengan, maupun perseorangan yang sampai saat ini masih terus dilestarikan sepertimitoni, siraman, maupun agenda-agenda dalan upacara pernikahan adat Jawa seperti kacar-kucur, krobongan,timbangan, maupun ular-ular, bahkan acara brobosan pada upacara pengangkatan jenazah.
Maju mundurnya kebudayaan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang paling dominan antara lain dipengaruhi oleh pergeseran nilai dan makna dari kebudayaan itu sendiri. Sebagai generasi penerus yang cinta akan pelestarian budaya, sudah sepantasnya kita harus bangkit dan mendayagunakan seluruh tenaga dan pikiran, serta kreativitas yang ada untuk mengembangkan kebudayaan tersebut dengan tetap mengacu pada nilai nilai dasar budaya yang ada.
Perkembangan pelestarian kebudayaan di Kota Solo semakin meningkat. Hal ini juga tidak lain merupakan nilai tambah bagi Pemerintah kota dalam menerapkan realisasi dari visi dan misi kota Solo dengan menerapkan berbagai slogan sebagai ajang promosi Kota Solo, antara lain; Solo ke depan adalah Solo tempo dulu; Solo Kotaku, Jawa Budayaku; serta Solo the Spirit of Java. Di sini, Secara tidak sengaja nama solo lebih famous dan marketable di Dunia. Namun melestarikan serta memajukan kebudayaan di kota solo tidaklah mudah dan berjalan dengan sukses jika hanya menerapkan pola top-down dari pemerintah kota saja. Hal ini juga harus ditindak lanjuti oleh warga masyarakat kota degan menerapkan sistem bottom-up untuk pelestarian budaya yang ada di kota Solo. Disini berarti peran serta warga masyarakat Kota Solo dalam melestarika kebudayaan yang ada juga perlu dilakukan, mengingat Solo merupakan kota yang penuh dengan perkembangan potensi kebudayaan yang ada. Dengan cara seperti inilah, masyarakat tidak hanya sebatas menikmati hasil yang telah disuguhkan oleh pemkot saja, tetapi juga ikut berpartisipasi sebagai perwujudan wong solo yang adiluhug terhadap budayanya. Cara yang paling mudah dilakukan adalah meningkatkan kesadaran berbudaya yanga ada di lingkungan masyarakat. Kesadaran tersebut antara lain bisa berbentuk ikut menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada serta berpartisipasi aktif dalam mempromosikan kebudaayaan secara individu dengan teman yang berasal dari luar kota, luar daerah maupun luar negeri sehingga meraka tertarik dan selanjutnya berkunjung ke kota Solo tercinta ini dengan penuh memori yang tak terlupakan.
Budaya memang alat promosi yang tepat dan satu-satunya potensi yang dimiliki kota Solo, karena kota ini tidak memiliki Sumber daya alam yang memadai, namun memiliki sejarah dan nilai filosofis yang ada. Sehingga kebudayaan kota solo yang di suguhkan ke mancanegara, harus benar benar maksimal dalam berpromosi. Apalagi pada bulan Oktober tahun ini akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Congress of Heritages Cities kawasan Asia-Eropa. Ini adalah momen yang langka bagi kota solo, dan bisa dikatakan pertama kali dalam sejarah sejak kota Solo berdiri. Ini merupakan ajang promosi yang tepat untuk mengenalkan seluruh potensi yang ada di kota Solo dalam kancah internasional. Dalam ‘menjual’produk berlabel kota Solo ada beberapa hal yang mendesak dan perlu dilaksanakan baik pemkot Solo maupun masyarakat kota Solo.
Pertama, mengembalikan fungsi cagar budaya serta menambah ciri khas kota Solo yang ada. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan revitalisasi berbagai cagar budaya dan tempat-tempat bersejarah di kota Solo yang ada dengan mengacu pada bentuk asli bangunan tersebut dan memperbaiki objek wisata lain yang bernuansa kebudayaan seperti pasar antik, pasar cindramata, pasar oleh-oleh, serta pasar-pasar tradisional lain yang bersejarah, seperti Pasar Klewer dan Pasar Gedhe.
Kedua, memaksimalkan promosi dan sarana pendukung menuju pusat-pusat kebudayaan yang ada di kota Solo dan sekitarnya. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan konsep MGE(Marketing, Educating, and Gateway). Marketing,berarti memasarkan kota dengan menggunakan sarana teknologi yang ada serta ikut berpartisipasi dalam kancah Internasional. Educating, berarti mempromosikan dengan jalan bekerja sama dengan lembaga pendidikan (sekolah-sekolah dan universitas) yang ada di kota Solo. Apalagi Solo juga dikenal sebagai kota vokasi, karena memiliki berbagai sekolah kejuruan yang lengkap. Gateway, berarti membuka akses masuk kota Solo dengan mudah dan aman dari seluruh penjuru dunia. Ini bisa dilakukan dengan cara mengoptimalkan peran dan fungsi dari terminal, stasiun, maupun bandara. Juga dapat dilakukan dengan cara memasang peta wisata serta rambu-rambu penunjuk arah wisata menuju tempat wisata kota Solo baik di tempat tempat strategis maupun di tepi jalan raya.
Ketiga, Diantara kebutuhan baku bagi pelayanan wisata di kota solo adalah kendaraan angkutan khusus bagi wisata, karena kendaraan angkut yang ada belum memenuhi syarat ideal kota budaya ini. Pusat-pusat budaya, kesenian, workshop, kerajinan, cinderamata, wisata kuliner, kain batik, barang-barang antik, dan lain lain titik lokasinya berpencar satu sama lain. Dengan jarak kurang lebih 2 sampai 10 km. Infentarisasi obyek ke dalam buku petunjuk wisata akan memperoleh ratusan nomor yang mengandung ke ’solo’an ,sedang wisatawan dalam dan luar negeri memilih nomor-nomor yang dituju secara berurutan, menurut kepentingan kendaraan khusus. Sebut saja Bus Wisata Surakarta (Bus WISURA) yang merupakan alat transportasi yang melayani secara khusus pula. Bus WISURA aman dari segi konstruksi atau standand. Modifikasi, keluaran assembling para ahli tertentu (tidak mengkonstruksi sendiri sebagaimana sepur kelinci di kampung). Kapasitas, setidaknya terdapat dua macam model bis, yang berukuran mini dan sedang (menanpung 10 dan 20 orang). Aman dari segi penumpang maupun tempat bagasi yang ada. Dibuat semi terbuka, hal ini penting, karena penumpang juga akan lebih mengenal masyarakat Solo dari berbagai segi. Kecepatan diatur dengan pelan dan dibatasi maksimal 20Km/jam dengan kualitas mesin yang halus. Sedang jalur jalur juga dapat diatur sesuai dengan ideal kota yang lain. Bus WISURA juga dapat dipesan oleh warga Kota Solo sendiri untuk kepentingan-kepentingan antar jemput rombongan-rombongan organisasi, perkumpulan, dan untuk kepentingan lain misalnya olah raga, arisan keliling, pengajian keliling, ke pesata-pesta dan untuk pertunjukan lainnya, selain untuk mengantar jenazah ke pemakaman.
Keempat, Keroncong Asli merupakan salah satu diantara budaya musik yang berasal dari kota solo. Jika demikian pengorbitan keroncong asli juga menjadi hal yang penting. Diantara ciri-ciri musik keroncong asli dari segi isi lagunya adalah menggumi keindahan alam dan kebudayaan kota Solo. Misalnya; Kota Solo, Bengawan Solo, Putri Solo, Telaga Serayu, Mahameru, Kali Serayu, dan lain sebagainya. Upaya selanjutnya yang mendukung hal tersebut adalah menerjemahkan syair-syair tersebut ke dalam bahasa Inggris tanpa merubah alunan nada maupun bentuk asli musik keroncong tersebut. Pada tahapan akhir barangkali melatih penyanyi lokal kota Solo menuju dapur rekaman dan membuat video-klipdengan pusat-pusat kebudayaan kota Solo sebagai setting video-klipnya kemudian mengeluarkan album berjudul ‘The Best Original Keroncong from Solo’. Yang pada akhirnya album Kerocong tersebut disajikan sebagai souvenir bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang telah berkeliling kota Solo.
Yang terakhir, adalah optimalisasi peran dan fungsiPokdarwis di tingkat kelurahan sebagai penghubung dengan pemerintah kota dalam mengembangkan kebudayan dan potensi pariwisata yang ada di tingkat kelurahan. Dalam hal ini cara pengembangan dapat meniru model klompencapir yang telah berkembang pada jaman Orde Baru.
Dengan demikian seluruh pihak akan merasa tertantang dan ikut bertanggung jawab dalam usaha pelestarian kebudayaan dan promosi pariwisata di Kota Solo tercinta ini, sehingga dapat menjadikan kota Solo sebagai The Unforgettable City in The World.
Gambar
-dimuat di 
Harian Joglosemar, 15 Mei 2008-

No comments:

Post a Comment